Sabtu, 07 Juni 2008

Model Stake

Model Stake pada prinsipnya sama dengan model-model evaluasi lain yaitu mencoba membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang ditargetkan atau diharapkan terjadi. Dengan kata lain membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan standar yang ditetapkan sebelumnya. Oleh Stake ( Worthen & Sanders, 197:113 ), model evaluasi yang diajukan dalam bentuk diagram, menggambarkan deskripsi dan tahapan sebagai berikut:

Ratioanal


Intens

Observation


Standard

Judgement





Antecedent







Transaction







Outcomes





Description matrix


Judgement matrik

Gambar 1. Evaluasi Model Stake

Sumber : Worthen, B. R., & Sanders, J. R., (1984). Figure 6 A layout of Statements and Data to Be Collected by the Evaluator of an Educational Program

Tiga hal yang dituliskan diantara dua diagram, menunjukan objek atau sasaran evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasikan tiga hal, yaitu (1) anteseden yang diartikan sebagai konteks, (2) transaksi yang diartikan sebagai proses, (3) outcomes yang diartikan sebagai hasil. Selanjutnya kedua matrik digambarkan sebagai deskripsi dan pertimbangan, menunjukan langkah-langkah yang terjadi selama proses evaluasi.Matriks pertama, yaitu deskripsi, berkaitan atau menyangkut dua hal yang menunjukan posisi suatu yang menjadi sasaran evaluasi, yaitu apa maksud dan tujuan yang diharapkan oleh program, dan pengamatan/akibat apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang betul-betul terjadi. Selanjutnya evaluator mengikuti matriks kedua, yang menunjukan langkah pertimbangan, yang dalam langkah tersebut mengacu pada standar.

Pengukuran dan Penilaian


Beberapa model penilaian program telah dikembangkan oleh para ahli untuk melaksanakan penilaian program. Model-model yang satu dengan yang lainnya memang tampak bervariasi namun kesemuanya memiliki tujuan yang sama yaitu sehubungan dengan pengambilan keputusan. Lebih jauh Kaufman dan Thomas (1980: 109-110) menyebutkan ada 8 model evaluasi secara umum. Kedelapan model tersebut adalah:

a. Formatif – Sumatif Evaluation Model

Model formtif – sumatif dikembangkan oleh Scrifen, model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi yaitu evluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau beraakhir (evaluasi sumatif). Evaluasi formatif digunakan untuk informasi yang dapat emmbantu memperbaiki program , focus evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh orang-orang program. Evaluator merupakan bagian program. Evaluasi sumatif dibuat untuk menilai kegunaan suatu objek, evaluasi sumatif digunakan untuk menilai apakah suatu program akan diteruskan atau dihentikan saja. Model evaluasi formatif- sumatif sesuai untuk mengevaluasi pemrosesan. Evaluasi formatif dapat dilaksanakan pada penggalan kegiatan sedangkan evaluasi sumatif dilksanakan pada akhir program.

b. CIPP Evaluation Model

Model CIPP dikembangkan oleh Stufflebeam yang membagi evaluasi menjadi empat macam yaitu:

1) Contect evaluation to serve planning decisions. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program, dan merumuskan tujun program.

2) Input evaluation, structuring decisions. Evaluasi ini mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya.

3) Process evaluation, to serve implementing decisions. Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasi keputusan. Samapai sejauh mana rencana telah diterapkan? Apa yang harus direvisi ? setelah pertanyaan terjawab, prosedur dpat dimonitor, dikontrol dandiperbaiki.

4) Product evaluation, to serve recycling decisions. Evaluasi produk untuk menolong keputusan selanjutnya. Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan.

Model CIPP mengarahkan objek sasaran evaluasinya pada proses masukan sampai hasil, dengan demikian model ini digunakan untuk mengevaluasi program pemrosesan.

c. CSE-UCLA Evaluation Model

Model CSE-UCLA mempunyai lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu

1) Sistem assessment, yang memberikan informasi tentang keadan atau posisi system.

2) Program planning, membantu pemilihan program tertentu yang mungkin akan berhasilmemenuhi kebutuhan program.

3) Program implementation, yang menyiapkan informasi apakah program sudah diperkenalkan kepada kelompok tertentu yang tepat seperti yang direncanakan.

4) Program improvement, yang memberikan informasi tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, atau berjalan? Apakah menuju pencpaian tujuan, adakah hal-hal atau masalah-masalah baru yang muncul tak terduga.

5) Program Certification, yang memberi informasi tentang nilai atau guna program.

d. Countenance Evaluation Model

Model ini dikembangkan oleh Stake. Model Stake menekankan pada adanya pelaksanaannya dua hal pokok, yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgment). Model evaluasi ini menurut struktur sistem memenuhi seluruh komponen masukan, proses dan hasil. Komponen – komponen tersebut menurut Stake disebut dengan istileh antecedent, transaction, dan outcome. Antecedent (masukan) yaitu keadaan persyaratan sebelum proses berlangsung, transaction (proses) yaitu kegiatan interaksi yang terjadi, dan outcome (hasil) yaitu suatu yang diharapkan dari interaksi yang terjadi. Model Stake pada prinsipnya sama dengan model-model evaluasi lain yaitu mencoba membandingkan apa yang terjadi dengan apa yang ditargetkan atau diharapkan terjadi. Dengan kata lain membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan standar yang ditetapkan sebelumnya. Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model ini ialah behwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan judgement atau menilai. Data antecedents ( masukan), transaction (proses) dan outcomes (hasil) dibandingkan tidak hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan tujuan dengan keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolute, untuk menilai manfaat program.

a. Goal Oriented Evaluation Model

Dalam model ini yang menjdi objek pengamatan adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai. Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek sejauh mana tujun tersebut sudah terlaksana didalam proses pelaksanaan program. Model evaluasi yang berorientasi pada tujuan ini cocok diterapkan untuk mengevaluasi program yang jenisnya pemrosesan dalm bentuk pembelajaran. Peninjauan atas keterlaksanaan tujuan, dilakuakn secara terus menerus dan berkesinmbungan.

b. Discrepency Model.

Model Discrepency dikenal sebagai model kesenjangan yang dikembangkan oleh Malcolm Provus yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanan program. Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada disetiap komponen. Pada model ini menekankan kesenjangan yang sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evalusi, yaitu mengukur adnya perbedaan antara yang seharusnya dicapai dengan yang sudah riil dicapai.

g. Goal Free Evalution Model

Model ini dikembangkan oleh Scriven, dalam melaksankan evaluasi program evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang menjadi tujuan program, yang perlu diperhatikan dalam program tersebut adalah bagaimana kerjanya program, dengan cara mengidentifikasi penpilan-penampilan yang terjadi , baik hal-hal yang positif yaitu hal yang digarapkan, maupun hal-hal negative yang sebenarnya memang tidak diharapkan. Alasan mengapa tujuan program tidak perlu diperhatikan karena ada kemungkinan evaluator terlalu rinci mengamati tiap-tiap tujuan khusus. Jika masing-masing tujuan khusus dicapai artinya terpenuhi dalam penampilan, tetapi evaluator lupa memperhatikan sejauh manamasing-masing penampilan tersebut mendukung penampilan akhir yang diharapkan oleh tujuan umum akibatnyajumlah penampilan khusus ini tidak banyak manfaatnya. Model ini hanya mempertimbangkan tujuan umum yang akan dicapai oleh program, bukan secara rinci per komponen.

h. Responsive Evaluation Model.

Model ini dikembangkan oleh Stake , perbedaan antara model evaluasi responsive dengan model yang terdahulu adalah pengurangan peneknan pada ketelitian pengukuran, koleksi data sesudah dan sebelum tes. Model responsive secara langsung memperhatikan aktifitas program dengan melukiskan apa yang terjadi dalam program itu. Evaluasi ini dapat digunakan dalam kegiatan program yang terus menerus dan ketika dalam penyelesaian program tidak satupun yakin dengan apa yang mungkin terjadi. Model ini sangat membantu dalam evaluasi sumatif, dalam menyediakan pemehaman dari aktifitas program dengan kekuatan dan kelemahannya. Evaluasi resposif tidak tepat digunakan jika data hanya berupa dokumentasi dari tujuan yang harus ditemukan.

Indahnya Ikatan Pernikahan









Terkadang, ada perasaan ragu-ragu pada diri manusia saat harus menentukan pilihan untuk mengakhiri status lajang. Dari mereka kebanyakan takut dan berprasangka bahwa orang yang sudah menikah maka akan terikat, terkekang, dibatasi dan eksistensinya akan menurun. Sayangnya ketakutan orang terhadap pernikahan tidak diimbangi dengan sikap dan perbuatan, justru sikap dan perbuatan yang ditunjukan didepan umum melebihi orang yang sudah terikat pernikahan. Mereka dengan santai bergandengan, berpelukan bahkan berciuman didepan umum. Kalau ditempat umum saja berani seperti itu, bagaimana jika ditempat khusus??..
Massa depan bangsa kita ada dipundak kaum muda, tantangan kaum muda sekarang sebagian besar terletak pada watak, sikap, perilaku dan pola hidup. Banyak dari mereka yang terjebak dengan narkoba dan minuman keras, tapi lebih banyak lagi kaum muda yang terjebak akan kenikmatan "seks". Awalnya hanya saling kenal, saling taksir dan akhirnya mencoba jalan bersama untuk mencari kecocokan(pacaran). Uniknya' kata jadi'an anatara 2 pasang manusia seolah-olah menjadi legalitas untuk bebas berbuat sesuatu, padahal kata jadian tidak mempunyai kekuatan hukum yang jelas. Jika seseorang sudah menemukan kecocokan atas pasangannya, kecocokan atas tujuan hidup, saling bisa menghargai sifat dan karakter pasangannya, saling percaya maka orang tersebut Wajib menikah apalagi yang bersangkutan mempunyai keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33

Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan, cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal.


Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui agama, kerabat, dan masyarakat.

Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri dari dua kalimat “ijab dan qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh.

Aqad nikah bukan hanya perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan Allah SWT, “Yadullahi fawqa aydihim”.

Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya “Mitsaqon gholizho” atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah antara dua orang anak manusia sebagai “Mitsaqon gholizho”. Karena janganlah pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.

Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah. Pernikahan dilandasi mencari keridhaan Allah SWT dan menjalankan sunnah Rosul, bukan semata-mata karena kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa nafsunya, maka Allah akan menjamin kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis, penuh cinta, dan kasih sayang, seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21, sebagaimana yang sering kita dengar.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (Ar-Ruum : 21)

Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya menjalankan hak dan tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah, itulah yang akan dicatat sebagai ibadah.

Memang benar apa yang dikatakan kebanyakan orang yang sudah menikah, bahwa menikah itu tidak enak, tetapi enak banggeett.

Masa awal berumah tangga, dimana kita harus dapat menyamakan pandangan dengan cara beradaptasi dengan pasangan masing-masing, serta meningggalkan sifat individual.

Indahnya ikatan perkawinan dapat dirasakan antara lain :
- Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah saling memahami sifat pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan tentram, seiring dan sejalan dalam mewujudkan tujuan berumah tangga.
- Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan pada pasangan kita, dimana kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan fisik atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja, tetapi telah timbul perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan oleh godaan-godaan yang ada.
- Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari semua perasaan, dimana pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan tanpa adanya halangan yang mengganggu, dan dapat terus berpasangan menuju ridho Allah SWT.

Daftar Pustaka :
Pengertian Pernikahan dalam Islam
http://newyorkermen.multiply.com/reviews/item/30

Kampus UST



Perguruan Tamansiswa berdiri sejak zaman penjajahan Belanda, yakni 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Tamansiswa sebagai Badan Perjuangan Kebudayaan dan Pembangunan Masyarakat menggunakan pendidikan dalam arti luas. Pada awalnya pendidikan yang diselenggarakan Perguruan Tamansiswa adalah Taman Indria (TK), berikutnya Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Guru (SPG), Taman Karya (SMK), dan Taman Madya (SMA). Tiga puluh tiga tahun kemudian, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Prasarjana yang kemudian menjadi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa pada 15 November 1955. Pendiri yang sekaligus rektor pertama perguruan tinggi tersebut adalah Ki Hadjar Dewantara. Dalam perkembangan selanjutnya, Taman Prasarjana berubah nama menjadi Sarjanawiyata Tamansiswa dan dewasa ini lebih dikenal sebagai Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST). Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta adalah bagian integral dari Perguruan Tamansiswa yang berpusat di Yogyakarta.

Hingga saat ini UST memiliki 5 fakultas, yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ekonomi, Fakultas Pertanian, Fakultas Psikologi dan Fakultas Teknik, yang terdiri atas 1 program studi diploma 3, 13 program studi stata 1, dan 1 program studi Magister Manajemen . Dari seluruh program studi tersebut 13 prodi sudah memiliki akreditasi dan 2 prodi dalam status proses akreditasi. Selain itu UST memiliki 3 biro (Biro Akademik, Biro Kepegawaian, Biro Akademik dan Kemahasiswaan), UPT (Perpustakaan, Pusat Bahasa, dan Komputer), dan LP3M (yang menaungi 2 pusat studi, yaitu Pusat Studi Kajian Wanita dan Pusat Studi Pengembangan Wawasan Kebangsaan). Staf akademik saat ini berjumlah 118 orang dan staf non akademik 100 orang.